beritajalan.web.id Kondisi jalan di wilayah selatan Kabupaten Cianjur, tepatnya di Kecamatan Agrabinta, kembali menjadi sorotan. Warga dari tiga desa — Neglasari, Mulyasari, dan Bunisari — mengeluhkan jalan penghubung utama yang rusak berat dan tak kunjung diperbaiki. Selama puluhan tahun, ruas jalan sepanjang kurang lebih lima kilometer ini dibiarkan dalam kondisi memprihatinkan tanpa perhatian serius dari pemerintah.
Ruas tersebut sebenarnya merupakan akses vital bagi warga dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Jalan itu menghubungkan berbagai fasilitas penting, mulai dari sekolah, pasar, hingga pusat layanan kesehatan. Namun, saat ini warga harus menempuh perjalanan yang sulit, bahkan berisiko, karena jalan berlubang, licin saat hujan, dan sebagian besar tertutup lumpur.
Keluhan Warga yang Sudah Bertahun-tahun Dibiarkan
Bagi warga, perbaikan jalan ini bukan sekadar permintaan kenyamanan, melainkan kebutuhan mendesak. Seorang warga Desa Neglasari, Dedi Rahmat, menuturkan bahwa kondisi jalan semakin parah setiap tahun. “Kalau musim hujan, kendaraan roda dua bisa tergelincir. Sementara mobil kadang tidak bisa lewat sama sekali karena lumpur setinggi lutut,” ujarnya.
Selain itu, warga juga mengeluhkan sulitnya mengakses layanan darurat. Ambulans dan kendaraan logistik sering kali terjebak di tengah jalan rusak, menyebabkan keterlambatan penanganan pasien maupun pengiriman barang.
“Beberapa kali ada warga sakit yang harus ditandu pakai kain karena mobil tidak bisa lewat. Kami benar-benar lelah dengan kondisi ini,” tambah Dedi dengan nada kecewa.
Sementara itu, warga lainnya, Siti Marlina dari Desa Mulyasari, mengatakan bahwa kondisi ini sudah berlangsung lebih dari 15 tahun. Menurutnya, janji perbaikan dari berbagai pihak hanya sebatas wacana. “Sudah sering dijanjikan akan diperbaiki, tapi sampai sekarang belum juga ada realisasinya. Kami cuma ingin jalan ini bisa dilalui dengan layak,” katanya.
Jalan Vital Bagi Akses Ekonomi dan Pendidikan
Jalan ini bukan hanya jalur utama masyarakat lokal, tetapi juga menjadi penghubung penting antara kawasan Agrabinta dengan pusat ekonomi di wilayah utara Cianjur. Banyak warga yang mengandalkan jalur tersebut untuk mengangkut hasil bumi seperti padi, kelapa, dan kopi ke pasar.
Di sisi lain, pelajar dari ketiga desa juga harus berjuang setiap hari untuk berangkat ke sekolah. Dalam banyak kasus, mereka harus berjalan kaki beberapa kilometer karena kendaraan umum enggan masuk ke wilayah yang jalannya rusak parah. “Kalau hujan, kami sering jatuh di jalan karena becek dan licin. Tapi mau bagaimana lagi, ini satu-satunya jalan,” ujar Rani, seorang siswi SMP dari Desa Bunisari.
Selain itu, transportasi ekonomi seperti pengangkut hasil pertanian terpaksa mengeluarkan biaya lebih tinggi. Sopir truk dan pengusaha lokal harus memperbaiki kendaraan mereka lebih sering karena suspensi dan ban cepat rusak akibat jalan bergelombang. Hal ini secara tidak langsung membuat harga komoditas di pasar menjadi lebih mahal.
Pemerintah Daerah Diminta Turun Tangan
Kondisi ini akhirnya mendorong masyarakat untuk bersuara lebih keras. Mereka mendesak Pemerintah Kabupaten Cianjur hingga Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk segera turun tangan memperbaiki infrastruktur tersebut.
Kepala Desa Mulyasari, Edi Sutarman, menegaskan bahwa pemerintah desa sudah berulang kali mengajukan proposal perbaikan, namun belum mendapatkan tanggapan. “Kami sudah kirim surat ke dinas terkait, bahkan ke tingkat provinsi. Tapi belum ada tindak lanjut nyata. Padahal jalan ini milik provinsi, bukan jalan desa,” jelasnya.
Menurutnya, jika perbaikan tidak segera dilakukan, kerusakan bisa semakin parah. Genangan air yang dibiarkan terlalu lama akan mempercepat pelapukan tanah dan merusak struktur jalan yang tersisa. Oleh karena itu, ia berharap agar Pemprov Jabar tidak menutup mata terhadap kondisi infrastruktur di wilayah selatan Cianjur yang selama ini kurang diperhatikan.
Sementara itu, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Cianjur mengaku sudah melakukan survei awal dan akan meninjau kondisi jalan secara menyeluruh. Namun, mereka menyebut bahwa kewenangan utama perbaikan ada di tingkat provinsi.
Respons Pemprov dan Harapan Warga
Menanggapi keluhan tersebut, perwakilan Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Dinas Bina Marga mengatakan akan memasukkan ruas jalan penghubung Agrabinta–Bunisari ke dalam daftar prioritas pembangunan tahun depan. Meski demikian, warga berharap tindakan nyata segera dilakukan, bukan sekadar janji dalam dokumen rencana.
Selain itu, mereka meminta agar pembangunan tidak hanya tambal sulam, tetapi dilakukan dengan perbaikan total. “Kalau cuma diaspal tipis, nanti rusak lagi pas hujan besar. Kami ingin dibeton, biar tahan lama,” ujar seorang warga lainnya, Herman, dari Desa Neglasari.
Tak hanya warga, aktivis lokal pun turut menyoroti isu ini. Mereka menilai ketimpangan pembangunan antara wilayah utara dan selatan Cianjur masih sangat besar. “Kawasan selatan seperti selalu dianaktirikan. Padahal pajak dan hasil bumi kami juga ikut menyumbang pemasukan daerah,” ujar Ridwan, salah satu aktivis Agrabinta Bersatu.
Harapan untuk Akses yang Lebih Baik
Meskipun situasi jalan rusak ini telah berlangsung lama, warga tetap berharap perubahan akan datang. Mereka percaya bahwa dengan perhatian dari Pemkab dan Pemprov, jalan sepanjang lima kilometer itu bisa kembali layak digunakan.
Kemudian, perbaikan jalan juga akan membuka peluang baru bagi masyarakat lokal. Dengan akses transportasi yang lebih baik, hasil bumi akan lebih mudah dipasarkan, pariwisata pedesaan bisa berkembang, dan biaya logistik dapat ditekan.
Pada akhirnya, warga berharap agar pemerintah tidak hanya hadir saat kampanye atau saat isu viral di media sosial. Mereka ingin bukti nyata, berupa jalan yang bisa dilalui dengan aman dan nyaman setiap hari.
“Kalau jalan ini sudah diperbaiki, hidup kami juga ikut berubah,” tutup Dedi Rahmat dengan penuh harap.

Cek Juga Artikel Dari Platform cctvjalanan.web.id
