beritajalan.web.id – Keputusan dua operator SPBU swasta, Vivo Energy Indonesia (Vivo) dan BP-AKR (BP), membatalkan pembelian base fuel impor dari Pertamina menuai perhatian publik.
Alasan utamanya: adanya kandungan etanol sebesar 3,5% dalam bahan bakar tersebut.

Langkah ini membuka diskusi luas soal kesiapan infrastruktur dan teknologi kendaraan Indonesia terhadap campuran bahan bakar nabati atau biofuel, khususnya etanol.


Awal Mula Polemik: Etanol di BBM Pertamina

Wakil Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga (PPN), Achmad Muchtasyar, membenarkan bahwa kandungan etanol memang menjadi alasan utama penolakan SPBU swasta.

Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR RI, Achmad menjelaskan bahwa kadar etanol 3,5% tersebut masih jauh di bawah batas regulasi nasional, yakni E20 (campuran 20% etanol dengan 80% bensin).

“Isu yang disampaikan kepada rekan-rekan SPBU ini adalah mengenai konten (etanol). Kontennya ini aman bagi karakteristik spesifikasi produk masing-masing, karena beda merek beda spesifikasi,” ungkap Achmad.

Dengan kata lain, meski secara hukum aman, perbedaan spesifikasi dan desain sistem bahan bakar antara merek kendaraan membuat sebagian operator SPBU khawatir potensi dampak jangka panjang pada mesin pelanggan mereka.


Mengapa Etanol Digunakan dalam BBM?

Etanol merupakan biofuel berbasis bahan organik seperti tebu, jagung, atau singkong. Campuran etanol dalam BBM dirancang untuk meningkatkan angka oktan, mengurangi emisi gas buang, serta mendukung transisi energi hijau di Indonesia.

Keunggulan utama etanol adalah kemampuannya memperbaiki pembakaran dalam mesin, sehingga menghasilkan emisi lebih bersih. Namun, sifat kimianya juga membawa sejumlah tantangan — terutama jika digunakan pada kendaraan lama atau sistem bahan bakar yang belum kompatibel.


Dampak Etanol terhadap Mesin Kendaraan

Walaupun ramah lingkungan, etanol memiliki karakteristik yang berbeda dibanding bensin murni. Berikut beberapa efek teknis yang perlu diperhatikan oleh pemilik kendaraan:


1. Risiko Korosi akibat Sifat Higroskopis

Etanol memiliki sifat higroskopis, artinya mudah menyerap air dari udara.
Ketika kadar air meningkat di tangki bensin, terjadi pemisahan fase (phase separation), yaitu air menarik etanol dari campuran bensin dan membentuk lapisan asam korosif di dasar tangki.

Efeknya bisa serius:

  • Lapisan tersebut menyebabkan karat pada tangki bahan bakar,
  • Pompa bensin dan injektor dapat tersumbat,
  • Saluran logam di sistem bahan bakar mengalami korosi lebih cepat.

Masalah ini paling rentan terjadi pada kendaraan yang jarang digunakan atau dibiarkan dengan tangki setengah kosong dalam waktu lama.


2. Kerusakan Komponen Non-Logam

Etanol dikenal sebagai pelarut kuat. Pada kendaraan yang masih menggunakan material karet atau plastik (elastomer) di sistem bahan bakarnya, etanol bisa membuat material tersebut mengembang, getas, atau melunak.

Dampaknya:

  • Seal dan gasket bocor, menyebabkan kebocoran bahan bakar,
  • Selang bensin retak,
  • Endapan lama terlarut, lalu menyumbat filter dan injektor.

Kendaraan modern umumnya sudah menggunakan material yang lebih tahan terhadap bioetanol. Namun, mobil dan motor keluaran lama (di bawah 2010) tetap berisiko tinggi.


3. Penurunan Efisiensi Konsumsi BBM

Secara kimiawi, etanol mengandung energi 30% lebih rendah dibanding bensin murni.
Akibatnya, mesin perlu menyuntikkan volume bahan bakar lebih banyak untuk menghasilkan tenaga yang sama.

Efek yang bisa dirasakan pengguna:

  • Jarak tempuh per liter (km/liter) sedikit menurun,
  • Konsumsi BBM meningkat 3–5%, terutama pada kendaraan berteknologi injeksi sederhana.

Namun, untuk mesin modern dengan sistem ECU adaptif (engine control unit), perbedaan ini bisa dikompensasi lewat penyesuaian pembakaran secara otomatis.


Kenapa Vivo dan BP Menolak BBM dengan Etanol?

Meski secara regulasi kandungan etanol 3,5% masih dalam batas aman, SPBU swasta seperti Vivo dan BP-AKR memiliki standar bahan bakar internal yang ketat dan berbeda dengan Pertamina.

Mereka khawatir perubahan kecil pada komposisi bahan bakar bisa memengaruhi kinerja mesin pelanggan premium, terutama kendaraan Eropa dan Jepang yang belum semua mendukung bahan bakar dengan campuran etanol tinggi.

Selain itu, perbedaan karakter base fuel impor dan proses distribusi di iklim tropis Indonesia juga menjadi pertimbangan teknis tersendiri.


Langkah Pemerintah dan Pertamina ke Depan

Pemerintah melalui Kementerian ESDM tetap berkomitmen memperluas pemanfaatan bioetanol dalam program energi nasional.
Kandungan etanol di BBM dinilai penting untuk mengurangi ketergantungan impor minyak, sekaligus menekan emisi karbon dari sektor transportasi.

Sementara itu, Pertamina Patra Niaga memastikan bahwa semua produk dengan campuran etanol telah diuji dan memenuhi spesifikasi nasional (SNI).

“Kandungan 3,5% itu masih aman dan tidak merusak mesin. Kami pastikan kualitasnya sesuai dengan regulasi yang berlaku,” tegas Achmad Muchtasyar.


Apa yang Bisa Dilakukan Pengguna Kendaraan?

Untuk pengguna mobil atau motor yang khawatir terhadap pengaruh etanol, beberapa langkah sederhana bisa dilakukan:

  • Gunakan bahan bakar sesuai rekomendasi pabrikan (tertera di tutup tangki atau manual kendaraan).
  • Jangan biarkan tangki kosong terlalu lama, agar tidak terjadi pemisahan fase air-etanol.
  • Lakukan servis rutin pada sistem bahan bakar, terutama filter dan injektor.
  • Untuk kendaraan lawas, hindari penyimpanan BBM terlalu lama dalam tangki.

Dengan perawatan yang tepat, efek negatif etanol dapat diminimalkan tanpa mengorbankan performa kendaraan.


Kesimpulan

Kasus penolakan SPBU swasta terhadap BBM Pertamina karena kandungan etanol 3,5% membuka diskusi penting mengenai kesiapan Indonesia dalam menghadapi era biofuel.

Meski memiliki risiko teknis, etanol tetap menjadi solusi potensial untuk energi bersih dan ramah lingkungan jika diimbangi dengan penyesuaian teknologi kendaraan dan sistem distribusi bahan bakar nasional.

Langkah ini akan menjadi ujian bagi seluruh pemangku kepentingan — pemerintah, produsen energi, dan masyarakat — dalam mewujudkan transisi energi hijau yang aman dan berkelanjutan.

Cek juga artikel paling seru di koronovirus.site