beritajalan.web.id Isu mengenai petugas pajak yang disebut mencopot poster protes warga terkait kondisi jalan rusak di Kabupaten Blitar tengah menjadi perbincangan hangat di masyarakat. Aksi warga yang memasang poster bertuliskan kritik terhadap pemerintah daerah menjadi sorotan setelah viral di media sosial. Poster tersebut berisi keluhan tentang lambatnya perbaikan jalan dan ajakan agar pajak yang dibayarkan warga digunakan secara tepat sasaran.
Beberapa pengguna internet menilai tindakan pencopotan poster oleh aparat dinas sebagai bentuk pembungkaman aspirasi publik. Kritik pun bermunculan dari berbagai pihak, menuntut transparansi dan tanggung jawab pemerintah daerah dalam menangani infrastruktur yang rusak.
Namun, Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Blitar menegaskan bahwa peristiwa tersebut telah disalahartikan. Menurut pihak Bapenda, tidak ada upaya untuk membungkam protes masyarakat, melainkan langkah penertiban terhadap pemasangan atribut di area publik tanpa izin resmi.
Kepala Bapenda Blitar Beri Penjelasan
Menanggapi pemberitaan yang berkembang, Kepala Bapenda Kabupaten Blitar, Asmaningayu Dewi, akhirnya buka suara. Ia menegaskan bahwa tindakan petugas di lapangan bukan bertujuan untuk membungkam suara rakyat, tetapi semata-mata menjalankan prosedur yang berlaku mengenai penataan ruang publik dan penggunaan media luar ruang.
“Kami tidak melarang masyarakat menyampaikan aspirasi. Kami justru terbuka terhadap kritik, selama disampaikan dengan cara yang sesuai aturan. Pencopotan poster bukan karena isi kritiknya, tapi karena dipasang di area yang dilarang, seperti fasilitas umum dan tiang listrik,” ujar Asmaningayu Dewi.
Ia juga menambahkan bahwa setiap bentuk penyampaian pendapat di muka umum sudah diatur dalam undang-undang, dan pemerintah daerah menghormati kebebasan berekspresi sepanjang tidak melanggar ketentuan.
“Kami memahami keresahan warga. Namun, kami juga punya kewajiban menjaga ketertiban dan keselamatan publik. Poster atau spanduk yang dipasang di titik rawan lalu lintas bisa membahayakan pengguna jalan,” jelasnya.
Fokus Pemerintah Daerah: Perbaikan Bertahap
Terkait kondisi jalan yang menjadi pemicu aksi protes, Asmaningayu menjelaskan bahwa pemerintah daerah telah menyiapkan rencana perbaikan infrastruktur secara bertahap. Ia menyebut, keterbatasan anggaran menjadi tantangan utama dalam mempercepat perbaikan seluruh ruas jalan kabupaten.
“Saat ini total panjang jalan kabupaten sekitar 1.100 kilometer, dan sebagian besar masih dalam kondisi baik. Namun memang ada beberapa titik yang rusak berat karena faktor cuaca dan beban kendaraan berat. Kami sudah memprioritaskan perbaikan di wilayah yang paling parah terlebih dahulu,” katanya.
Menurutnya, proses perbaikan dilakukan secara terukur dan disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah. Pemerintah juga tengah berkoordinasi dengan pihak provinsi untuk mendapatkan dukungan dana tambahan.
“Kami tidak tinggal diam. Ada tahapan pekerjaan yang sedang berjalan, termasuk penambalan sementara di beberapa ruas jalan agar tidak semakin membahayakan pengguna,” lanjutnya.
Respon Warga dan Aktivis Sosial
Meski klarifikasi sudah disampaikan, sejumlah warga masih mengungkapkan kekecewaan karena lambatnya penanganan infrastruktur. Mereka menilai jalan yang rusak telah mengganggu mobilitas masyarakat, terutama di wilayah pertanian dan perdagangan.
“Setiap hari kami melewati jalan berlubang. Kalau hujan, air tergenang dan sering membuat kendaraan tergelincir. Kami hanya ingin pemerintah lebih cepat bertindak,” ujar Sutrisno, warga Desa Wlingi.
Sementara itu, beberapa aktivis sosial di Blitar mengingatkan agar pemerintah tidak menafsirkan kritik warga sebagai serangan. Menurut mereka, ekspresi publik seperti poster atau spanduk adalah bentuk partisipasi masyarakat dalam mengawasi kinerja pemerintah.
“Kritik itu sehat untuk demokrasi. Justru pemerintah harus menjadikannya sebagai masukan. Jangan buru-buru dianggap provokatif,” kata seorang pengamat sosial dari Universitas Islam Blitar.
Klarifikasi Lanjutan dari Pemerintah Daerah
Badan Pendapatan Daerah kemudian merilis pernyataan tertulis yang menegaskan bahwa tidak ada instruksi resmi untuk mencopot poster yang berisi kritik masyarakat. Petugas yang menertibkan hanya menindak atribut yang dipasang tanpa izin di ruang publik, sesuai dengan Peraturan Daerah tentang Ketertiban Umum dan Kebersihan Lingkungan.
Selain itu, pemerintah daerah mengaku terbuka untuk menerima masukan langsung melalui forum warga, kanal aduan resmi, dan media sosial pemerintah. “Kami sudah menyediakan kanal pengaduan online yang bisa diakses oleh siapa pun. Setiap laporan akan ditindaklanjuti sesuai prioritas,” ujar Asmaningayu.
Ia juga menekankan pentingnya komunikasi dua arah antara masyarakat dan pemerintah agar persoalan dapat diselesaikan secara konstruktif. “Kami tidak ingin ada salah paham. Pemerintah hadir untuk melayani, bukan mengekang,” tegasnya.
Upaya Transparansi dan Pengawasan Publik
Kasus ini menjadi pembelajaran bagi pemerintah daerah tentang pentingnya transparansi dalam menyampaikan rencana kerja publik. Banyak pihak menilai bahwa salah satu penyebab munculnya aksi protes adalah kurangnya sosialisasi mengenai jadwal dan prioritas pembangunan.
Beberapa lembaga masyarakat sipil di Blitar kini mendorong Pemkab untuk rutin mempublikasikan peta kondisi jalan dan progres perbaikan infrastruktur. Langkah ini diharapkan bisa mengurangi kesalahpahaman serta memperkuat kepercayaan publik terhadap kinerja pemerintah daerah.
“Keterbukaan data sangat penting. Kalau masyarakat tahu wilayah mana yang akan diperbaiki, mereka tidak akan merasa diabaikan,” ujar seorang anggota Forum Transparansi Anggaran.
Penutup: Antara Aspirasi dan Aturan
Kasus pencopotan poster protes jalan rusak di Kabupaten Blitar menggambarkan dinamika hubungan antara masyarakat dan pemerintah daerah dalam era keterbukaan informasi. Di satu sisi, warga memiliki hak untuk menyampaikan aspirasi. Di sisi lain, pemerintah punya tanggung jawab menjaga ketertiban dan melaksanakan peraturan yang berlaku.
Kepala Bapenda menegaskan bahwa pemerintah daerah tidak anti kritik dan berkomitmen untuk memperbaiki infrastruktur secara berkelanjutan. Namun, partisipasi publik tetap diharapkan berjalan dalam koridor hukum dan keselamatan bersama.
Peristiwa ini menjadi pengingat bahwa komunikasi yang terbuka, jujur, dan berimbang adalah kunci untuk membangun kepercayaan publik — sekaligus memastikan setiap kritik dapat berubah menjadi solusi bagi kemajuan Kabupaten Blitar.

Cek Juga Artikel Dari Platform beritagram.web.id
